Kasih Ibu Tak Seperti Bunga Waru
“Ya Allah, semoga Mba Lili berangkatnya masih lama ….” Lirih Nabila, si adik bungsu membuatku berdecak . Hari ini menjadi ujung dari rangkaian mudik singkat yang memanfaatkan tanggal merah saja. Akhir tahun tanpa cuti. Mungkin telinga ini hanya mendengar suara si bungsu. Namun rasanya lebih dalam lagi ada lirihan lain. Mata menangkap sepasang mutiara yang terjaga mentapi buah hatinya satu per satu terlelap dalam tidur. Sepasang mutiara yang terus memancarkan cahaya meski guratan kehidupan menyayat sempurna. Menjadi perantau tak mudah melangkahkan kaki setelah sekian lama pergi dan kemudian meninggalkan rumah kembali. Rumah kami bukan istana megah dengan berbagai kemewahan dan ketersediaan yang sekali teriak langsung ada. Namun, engkau ibu membuat kami selalu rindu rumah. Rindu pulang. Sebab kelezatan setiap masakan. Sebab kehangatan dalam setiap pelukan. Sebab belaian saat kesakitan. Sebab teralu banyak alasan yang tak bisa dikatakan. Ibu, kami tahu di meja makan tak selalu terhidang